Selasa, 19 Maret 2013

Jadilah Istri Penyejuk Hati

Usaha menjadi istri idaman suami, memang tidak semudah membalik telapak tangan. Selain harus pandai bersabar, keikhlasan hati untuk melayani seluruh anggota keluarga benar-benar harus dijaga. Jika tidak dengan semangat untuk menggapai ridho Allah SWT dengan ridhonya suami, mungkin semua pekerjaan yang menumpuk hanya akan jadi beban dan akan terus menambah stres.

Setelah seorang wanita memutuskan dirinya siap menjadi seorang istri, rasa santai penuh bunga-bunga cinta, hanya akan digapai lebih kurang dua atau tiga bulan lebih. Jika di dua bulan setelah menikah bisa langsung hamil, maka sang wanita mulai harus menanggung beban.

Jika hamil disertai mual dan muntah-muntah, penderitaan seorang istri akan tersa bertambah-tambah. Di sinilah tingkat keikhlasan dan niat ibadah pertama diuji. Bisakah dalam keadaan itu, tetap memberi pelayanan yang kalau tidak prima, setengahnya saja sudah cukup pada suami.

Jika menurutkan kehendak hati dan rasa manja, maka suami akan jadi terbengkalai hak-haknya. Seharusnya dapat minuman dan sarapan pagi, kini tidak lagi. Kalau mau makan juga, maka harus cari di luar atau makan makanan yang tidak terhabiskan malam hari. Kebanyakan istri lebih banyak cemberutnya daripada senyum. Wajahnya tidak lagi sedap dipandang, karena yang tersisa hanya keluhan belaka.

Ada sebagian wanita yang terus mual-mual sampai melahirkan. Ada juga yang hanya dua bulan saja, setelah itu normal kembali. Sebagian wanita ada yang dapat memulihkan kondisi pada normal, tapi tidak sedikit pula yang ketagihan mengurangi layanan pada suami. Di sinilah seorang suami mulai tahu bagaimana pribadi istri sebenarnya.

Penilaian kalau ia melayani suami dengan penuh perasaan terbebani atau pun terkungkung dalam kata patuh pada suami, mulai bisa diberi nilai dengan angka. Suatu hal yang sangat disayangkan, jika suami mulai merasa tidak tentram dengan predikatnya sebagai penanggung jawab keluarga.

Sementara istri yang mengejar pahala dan ridho Allah, dengan membaktikan diri tulus ikhlas pada suami, sedapat mungkin dalam lelah dan capeknya mengurus rumah tangga, tetap memberi senyum dan wajah menyejukkan pada suaminya. Begitu suami datang, dia segera menyiapkan senyum terindah yang ia miliki. Senyum itu keluar dari hati yang paling dalam, karena ia merasa Allah SWT sedang tersenyum ikhlas pula kepadanya.

Apalagi jika seorang istri, bisa merasakan siraman bunga ketakjuban dari bidadari surga padanya. Maka ia akan menambah senyuman indahnya dengan sebuah ciuman mesra di tangan dan satu ciuman menenangkan di pipi kanan dan kiri suami.

Susah memang, kalau memang ada keinginan mendapatkan suasana seperti ini. Hanya istri yang Ihsan saja, dapat melakukannya dengan baik. Istri yang ihsan adalah istri yang dapat merasakan keberadaan Allah SWT saat ia melayani suami dan anak-anaknya.

Karena selalu merasa diawasi, ia pun bertindak sangat memuaskan, dengan harapan Allah SWT benar-benar memberikan keistimewaan buat dirinya. Jika suami memandangnya, ia selalu tampak mempesona. Segala kepenatan suami menguap, begitu senyuman dan ciuman pertamanya singgah di hati dan tangan suami.

Sepintas, kaum feminis menganggap hal ini sebagai sikap terlalu mengagungkan suami, sehingga suami merasa di atas angin. Namun tentunya tidak buat istri shalihah, ia terus menangguk keuntungan akhirat terbesar dalam setiap tindak tanduknya pada suami dan keluarga lainnya.

Ketika ia hendak menyucikan pakaian suami, ia hanya membayangkan dosanya berguguran seiring lunturnya kotoran. Ia melihat pakaian kotor sebagai hadiah terbaik dari suaminya, karena ia bisa menambah pahala. Maka jangan heran, jika melihat banyak istri shalihah yang tidak mau pakai mesin cuci, saat ia harus menyucikan pakaian suaminya.

Jadi istri penyejuk hati, memang sebuah perjuangan yang maha berat. Setidaknya ada beberapa poin yang bisa menjadi patokan. Antaranya, suami merasakan rumah sebagai tempat ia bisa menenangkan diri, menjaga nafsunya dari yang dikutuk Allah, tempat ia makan dengan tanpa was-was, menjadi tempat melepas ketegangan syaraf atau stres yang mendera dan lain sebagainya.

Seorang istri baru boleh berbangga dengan hasil kerjanya, jika sang suami sudah merasa rumahnya adalah surga dunia atau baiti jannati. Rumah surga bukan berarti bergelimang kemewahan, tapi penghuninya merasa hidupnya sudah merasa di surga dengan segala apa yang dipunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar